Rabu, 25 Januari 2017

Kisah Seorang Majusi yang Masuk Islam

Kisah Seorang Majusi yang Masuk Islam - Seperti yang kita ketahui, Majusi adalah orang-orang yang menyembah api. Mereka akan memperlakukan api sebagaimana kita memperlakukan diri kita kepada Allah sebagai Dzat Yang Maha Agung.

Dalam kisah berjudul Seorang Majusi yang Masuk Islam ini, menceritakan adanya dua laki-laki bersaudara yang sebelumnya sosok seorang penyembah api. Kemudian kakak beradik tersebut berencana untuk masuk Islam, namun sang kakak menolak sebab khawatir akan mendapat cacian dari keluarganya.

Akhirnya sang adik pun melanjutkan jalannya untuk tetap masuk Islam bersama dengan istri dan anak-anaknya. Namun sungguh Allah telah mengujinya dikala ia baru saja masuk Islam untuk meyakinkan keimanannya terhadap Allah. Ia dan keluarganya di uji untuk hidup miskin dan tidak memiliki apapun untuk dijual. Akan tetapi Allah Maha Rahman lagi Maha Adil, setelah ia telah lulus dari ujian itu tak disangka semuanya telah terbayarkan bahkan melebihi dari apa yang ia fikirkan sebelumnya. Untuk lebih jelasnya simak kisah Seorang Majusi yang Masuk Islam dibawah ini!

Cerita Islami: Seorang Majusi yang Masuk Islam

Diriwayatkan pada masa Malik bin Dinar r.a. (w. 130 H.) bahwasanya ada dua orang laki-laki Majusi penyembah api, kakak beradik. Keduanya berbincang-bincang, bertukar pendapat.

Adik: "Wahai saudaraku! Sungguh engkau telah menyembah api ini selama 93 tahun, dan aku menyembahnya selama 35 tahun. Marilah kita bersama-sama mencoba, apakah api yang kita sembah ini masih membakar kita seperti halnya membakar orang-orang yang tidak menyembahnya. Apabila api ini sudah tidak membakar kita, maka kita terus menyembahnya. Tetapi jika masih membakar kita, maka kita berhenti menyembahnya."

Kakak beradik itu kemudian menyalakan api. Setelah api itu membesar, adiknya berkata kepada kakaknya: "Wahai kakakku! Apakah engkau yang meletakkan tanganmu ke dalam api sebelum aku, ataukah aku yang meletakkan tangan sebelummu?"

Kakak: "Engkau dulu yang meletakkan tangan dalam api!"

Mendengar perkataan kakaknya, sang adik pun meletakkan tangannya. Ternyata api-api itu membakar jari-jarinya. Ia menarik tangannya seraya berkata: "Aduh, aku telah menyembahmu selama 35 tahun, tapi engkau masih menyakitiku."

Adik: "Wahai kakakku! Kita sudah bertahun-tahun menyembah api ini, namun ia masih mau membakar kita. Marilah kita menyembah Tuhan, yang apabila kita berdosa dan meninggalkannya selama 500 tahun, Dia mau memaafkan kita dengan melakukan taat sesaat dan memohon ampun sekali."

Kakaknya menerima pendapat adiknya dan mengikuti petunjuknya.

Adik: "Marilah kita pergi mencari seseorang yang dapat menunjukkan kita ke jalan yang lurus!"

Keduanya sepakat untuk pergi bersama-sama ke tempat seorang alim yang bernama Malik bin Dinar. Setelah sampai ke kota Bashrah, keduanya melihat para jama'ah sedang duduk di majelis ta'lim Malik bin Dinar. Mereka sangat menghormatinya.

Kakak: "Wahai adikku! Aku tidak akan masuk Islam, karena sebagian banyak dari umurku telah aku gunakan untuk menyembah api. Apabila aku masuk Islam, niscaya keluargaku akan mencaci-makiku. Menyembah api bagiku lebih aku senangi daripada dicaci-maki mereka."

Adik: "Jangan berbuat seperti itu, wahai kakakku! Karena caci-makian mereka hanyalah sesaat, sebentar saja akan hilang. Sedangkan dahsyatnya siksa neraka tidak akan hilang selama-lamanya. Maka jangan engkau dengarkan perkataan keluargamu!"

Kakak: "Aku tidak dapat menerima pendapatmu, wahai adikku!"

Adik: "Terserah engkau, wahai orang yang celaka! Jika engkau mengikuti kehendakmu."

Kemudian kakaknya kembali pulang, sedangkan adiknya bersama istri dan anak-anaknya meneruskan untuk bertemu Malik bin Dinar. Mereka duduk di samping Malik bin Dinar. Setelah Malik bin Dinar selesai mengaji di majelisnya, laki-laki itu berdiri mendekati Malik bin Dinar dan menyampaikan semua peristiwa yang di alaminya dan minta agar ia, istri, dan anak-anaknya mendapatkan penjelasan tentang Islam. Malik bin Dinar pun memberikan penjelasan kepada mereka tentang Islam. Spontan mereka bersama-sama masuk Islam. Setelah itu mereka mohon izin untuk kembali pulang.

Malik bin Dinar: "Jangan tergesa-gesa pulang! Aku akan mengumpulkan sejumlah uang dari kawan-kawanku untukmu."

Adik: "Aku tidak menginginkan apapun kecuali masuk Islam."

Mereka kemudian meninggalkan majelis Malik bin Dinar, dan menuju tanah kosong yang tidak ada penghuninya. Ternyata disana mereka menemukan sebuah rumah yang sudah terbangun. Mereka pun bertempat tinggal di rumah itu.
Baca juga: Kisah Ibrahim bin Adham yang Bertaubat
Keesokan harinya, istrinya berkata kepada suaminya: "Pergilah ke pasar dan carilah pekerjaan, lalu engkau belilah makanan dengan ongkos pekerjaanmu!"

Suaminya langsung pergi ke pasar. Ternyata tidak ada seorangpun yang menyewa dirinya untuk kerja. Ia berkata dalam hatinya: "Aku akan bekerja untuk Allah swt." Ia pergi menuju tanah kosong yang lain dan melakukan shalat di tempat itu sampai waktu Maghrib. Setelah shalat Maghrib, ia pulang menuju rumahnya dengan tangan yang kosong (tidak membawa suatu apapun)

Istrinya berkata: "Kenapa engkau datang tanpa membawa suatu apapun?"

Ia menjawab: "Aku bekerja di tempat seorang Raja selama satu hari. Maka Ia masih belum memberiku suatu apapun. Aku berjanji akan memberimu sesuatu besok pagi."

Pagi harinya, sang suami pergi ke pasar dan tidak menemukan pekerjaan apapun seperti kemarin. Lalu ia berbuat sesuatu seperti yang di perbuat kemarin. Setelah itu kembali ke rumah dengan tangan kosong, ia berkata kepada istrinya: "Sesungguhnya tuan Raja berjanji kepadaku sampai hari Jum'at."

Pada hari Jum'at, ia pun pergi ke pasar dan tidak menemukan pekerjaan apapun. Kemudian ia melakukan sesuatu seperti yang dilakukan pada hari-hari sebelumnya. Pada akhir hari, ia shalat dua rakaat dan mengangkat kedua tangannya ke arah langit dengan berdo'a:

"Wahai Tuhanku, sungguh Engkau telah memuliakanku dalam Islam, dan memberi mahkota padaku dengan mahkota petunjuk. Maka, dengan kehormatan agama Islam ini dan kemuliaan hari yang barakah ini, hilangkan dari hatiku memikirkan nafkah keluarga. Aku merasa malu dengan keluargaku, dan sangat mengkhawatirkan perubahan keberadaan mereka, sebab mereka masih baru saja masuk Islam."

Keesokan harinya, ketika sudah masuk waktu Dhuhur, ia pergi ke masjid jami' untuk melakukan shalat. Sementara anak-anaknya di rumah mengalami kelaparan yang amat sangat. Tiba-tiba, ada orang yang datang ke rumahnya dan mengetuk pintu. Istrinya pun keluar. Tiba-tiba ada seorang anak muda yang tampan wajahnya, membawa sebuah nampan terdiri dari emas yang tertutup dengan taplak dari emas pula.

Pemuda itu berkata: "Ambillah nampan ini dan katakan kepada suamimu bahwa nampan dan seisinya ini adalah ongkos kerjanya selama dua hari. Apabila suamimu menambah kerjanya, kami pun akan menambah ongkosnya."

Istrinya menerima pemberian itu. Ternyata didalam nampan terdapat uang sebanyak 1.000 dinar. Ia mengambil satu dinar dan membawanya ke tempat penukaran uang. Pemiliknya adalah seoarang Nashrani. Ketika Nashrani menimbang uang satu dinar, beratnya sampai melebihi 1 sampai 2 mitsqal daripada uang yang berlaku. Nashrani memperhatikan ukiran yang ada pada uang dinar, ternyata ada tulisan yang berbunyi: "Hadiah dari akhirat." Ia pun bertanya: "Darimana engkau mendapatkan uang dinar ini, dan dimana tempatnya?" Wanita itu menceritakan segala sesuatu yang ia alami.

Nashrani berkata: "Jelaskanlah kepadaku tentang Islam!"

Setelah Nashrani mendapatkan penjelasan tentang Islam secara gamblang, ia pun kemudian masuk Islam, dan menyerahkan uang 1.000 dirham kepada wanita itu seraya berkata: "Gunakanlah uang ini untuk nafkah. Apabila sudah habis, maka beritahu aku, aku akan memberimu lagi seperti ini."

Wanita itu menerima pemberian dari Nashrani, kemudian pulang menuju rumah. Di rumahnya ia memasak makanan yang enak-enak. Sementara suaminya masih melakukan shalat di masjid jami' sampai Maghrib. Selesai shalat Maghrib, ia pergi menuju rumah dengan tangan hampa. Ia membuka sapu tangan dan mengisinya dengan debu dan berkata dalam hatinya: "Bila istriku bertanya kepadaku, akan aku jawab bahwa bungkusan sapu tangan adalah tepung yang aku buat."

Setelah sampai dan masuk ke dalam rumahnya, ia melihat babut yang terbentang, dan mencium aroma makanan yang enak. Ia pun meletakkan bungkusan sapu tangan itu di balik pintu, agar tidak diketahui istrinya. Setelah bertemu dengan istrinya, ia menanyakan keadaan istri dan anak-anaknya, juga segala sesuatu yang dilihatnya di dalam rumah. Istrinya pun menceritakan semua peristiwa yang terjadi di rumah. Ia langsung sujud syukur kepada Allah swt karena menerima suatu kenikmatan yang sangat besar itu.
Baca juga: Kisah Pedagang Tampan yang Bertaqwa
Setelah istrinya melihat bungkusan sapu tangan di balik pintu, ia pun bertanya kepada suaminya. Suaminya menjawab: "Jangan kau tanyakan isi sapu tangan itu!" Ia pun pergi untuk mengambil bungkusan sapu tangan dan akan membuang debu yang berada didalam bungkusan itu. Setelah dibuka, ternyata ia melihat bahwa isi sapu tangan itu berubah menjadi tepung dengan izin Allah swt. Kemudian ia bersujud kedua kalinya untuk bersyukur kepada Allah atas semua kenikmatan dan kemuliaan yang di berikan kepadanya.

Di rumah itu ia bertempat tinggal sampai wafat. Mudah-mudahan Allah merahmatinya.

Hikmah cerita: Ini adalah salah satu contoh kebahagiaan dan kemuliaan orang yang baru saja masuk Islam setelah mengalami berbagai macam ujian dan kesengsaraan.

Terkadang Allah memang menguji kesabaran dan ketaqwaan kita, namun dibalik ketidaktahuan tersebut Allah telah menyiapkan kejutan. Seringkali Allah berkehendak di detik-detik terakhir dalam pengharapan dan ketaatan hamba-hamba-Nya.

Jangan kita berkecil hati saat sepertinya belum ada jawaban, sebab kadangkala Allah mencintai kita dengan cara-cara yang tidak kita duga dan tidak kita suka. Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Untuk itu, lakukan bagianmu saja dan biarkan Allah akan mengerjakan bagian-Nya.

Artikel Terkait

Salah satu santri TPQ Rahmatul Ihsan yang ingin berbagi pengetahuan di dunia maya.

Tambahkan komentar Anda
EmoticonEmoticon